120 menit
Di suatu kota belum terjejak kaki-kaki macam lelaki sepertiku. 120 menit sudah telinga ini meranum, ringkus apapun yang dimuntahkan bibir tipis merah muda.
Nun jauh di sana.
Sayup kuterka riuh jemari hujan, senandung alam paling digilai sedang belaka dampingi parau suara. Kutaksir, sedang sibuk membendung dua anak sungai melintasi pipi yang harusnya nirmala. Justru itu percuma.
Kau kalah tanpa aba-aba dan tangis itu tumpah telak di tengah jalan di antara kisah yang urung usai terkisahkan.
Ketika ku bertanya,
"Kamu, ingin apa sekarang?"
Ia menjawab,
"Aku ingin luruh dari dirinya, lelaki yang keliru. Kembali ke kamu"
Komentar
@ mbak fanny : haduh...terima kasih mbak, tp msh hebat karya2 mbak deh :-D